BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Raih Kemuliaan dengan Bertakwa

Raih Kemuliaan dengan Bertakwa

Adakah manusia yang tidak mendambakan kemuliaan? Tentu tidak ada. Manusia bergerak detik demi detik adalah dalam rangka meraih kemuliaan. Ada yang membanting tulang, pergi pagi pulang malam mencari uang, alasannya demi kemuliaan.  Ada yang belajar keras, tak peduli panas hujan, alasannya juga untuk kemuliaan diri. Begitulah, semua orang mengakui bahwa kesuksesan manusia meraih posisi, kedudukan, jabatan dan kekayaan sebagai suatu kemuliaan.


Tetapi, apakah benar yang sekedar meraih kedudukan, memiliki kekuasaan lagi kekayaan sebagai benar-benar insan yang mulia secara hakiki, mulia menurut kriteria Ilahi? Jika sekedar harta, kekuasaan dan kepemimpinan yang dimiliki seorang manusia, tetapi takwa kepada Allah tidak menjadi bagian dari dirinya, maka ia tidak lain hanyalah pewaris Fir’aun, Qarun, Haman dan Tsa’labah.

Siapa tak kenal Fir’aun, Qarun, Haman dan Tsa’laba? Mereka sosok yang dicatat sejarah, sangat giat dalam memperoleh dan menjaga harta benda bahkan untuk kekuasaannya. Bayangkan, hanya karena sebuah mimpi, Fir’aun berani membunuh semua bayi laki-laki bangsa Yahudi. Mungkin ia juga beralasan apa yang dilakukan demi kemuliaannya. Berapa banyak orang saat ini, yang karena takut kehilangan posisi lantas melakukan berbagai macam cara demi keamanan posisinya?

Ada yang takut dengan masa depan, sehingga memanfaatkan kedudukan yang diamanahkan sebagai jalan pintas meraih kekayaan. Kenapa demikian? Karena miskin identik dengan kehinaan, kebodohan dan kesusahan. Siapa yang mau menjadi orang susah, bodoh dan hina. Tentu tak seorang pun menghendakinya.

Kemuliaan Sejati

Tetapi apakah benar, kaya, memiliki kedudukan dan berkuasa merupakan sumber kemuliaan?
Jika memang benar itu, Rasulullah sudah pasti menolak keislam-an Bilal bin Rabah yang hanya seorang budak yang berasal dari Habasyah. Rasul juga akan membuang Amar bin Yasir yang tidak lebih dari orang yang miskin papa dan susah. Apa untungnya berteman dengan mereka? Tidak. Rasulullah justru sayang terhadap mereka. Bahkan pernah suatu ketika Rasulullah bermuka masam kepada seorang buta yang hendak mempelajari Islam, karena beliau sedang duduk bersama para pembesar Quraisy. Seketika itu Allah menegur Rasulullah dengan sangat tegas. “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.” (QS. ‘abasa [80]: 1-2). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa kemuliaan seorang manusia itu sama sekali tidak berhubungan dengan fisik dan apa yang dimilikinya.

Hal ini Allah Subhanahu Wata’ala tegaskan pada ayat yang lain, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa dan harta kalian. Namun yang Allah lihat adalah hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim).

Mulia di Dunia, Mulia di Akhirat

Meskipun demikian jangan salah paham. Islam itu bukan anti terhadap harta kekayaan dan kedudukan, tetapi mewanti-wanti bahwa jika iman tidak kuat, takwa tidak dominan, bisa jadi semua itu akan menjadi biang kehancuran. Silahkan kaya dan berkedudukan, tapi takwa harus tetap yang terdepan. Ibn Abbas berkata, “Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya. Namun mulianya seseorang di akhirat karena takwanya.” Abdurrahman bin Auf kala hijrah ia tidak punya apa-apa. Tapi ia punya keterampilan berdagang. Padahal, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan sahabat Anshar yang terbilang berpunya. Tetapi, Abdurrahman bin Auf menolak dengan halus segala bantuan dan pemberian saudara seimannya itu. “Tunjukkanlah kepadaku dimana pasar,” itu pintanya.

Waktu pun bergulir, Abdurrahman bin Auf akhirnya mampu membesarkan bisnisnya, bahkan ia mampu menguasai pasar Madinah yang sebelumnya dikuasai kaum Yahudi. Abdurrahman bin Auf pun menjelma sebagai suadagar kaya raya, istilah sekarang konglomerat. Tetapi, karena Abdurrahman bin Auf tidak berniat kecuai melakukan semua itu demi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin, maka kekayaan yang dimilikinya itu pun tak pernah mampu menggoyahkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu Watala. Abdurrahman bin Auf bahkan tercatat sebagai Konglomerat Muslim yang sangat dermawan kepada umat Islam.

Hal inilah yang penting untuk kita resapi bersama. Segala kerusakan di dunia ini bersumber dari tiadanya ketakwaan dari umat Islam. Sekiranya semua beriman dan bertakwa, niscaya aman sentosa, makmur sejahtera seluruh penduduk negeri ini (QS. 7: 96).*/Imam Nawawi

0 komentar:

Posting Komentar