BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Berbagilah, Karena Kita Bersaudara

bmh surabaya

Sejenak marilah kita kembali ke masa Rasulullah. Suatu masa yang Nabi sebut sebagai masa terbaik, “Khairul quruni qarni, tsummalladzi yalihi, tsummalladzi yalihi” {Sebaik baiknya zaman adalah zamanku (Muhammad) kemudian zaman setelahnya (Sahabat) kemudian zaman setelahnya (tabi’ien), yaitu sebaik-baik masa adalah masaku}. Suatu masa di mana ukhuwah Islamiyah benar-benar nyata dalam kehidupan, tepatnya kala Hijrah dimulai.


Masa itu menjadi tonggak perjalanan sejarah Islam di dunia dan tertulis dalam tinta emas sejarah.
Ada hikmah menarik yang bisa dipetik dari kisah itu. Hikmah yang mengundang decak kagum. Sebuah akhlak mulia yang diperagakan dua sahabat Nabi karena Allah Ta’ala: Sahabat Muhajirin—yang hijrah dari Makkah ke Madinah—dan Sahabat Anshar—penduduk Madinah yang menolong kaum Muhajirin.
Akhlak itu bernama persaudaraan. Dalam Islam disebut ukhuwah islamiyah. Rasulullah Bersaudaramempersaudarakan keduannya atas asas iman.
Tersebutlah Sahabat Muhajirin hijrah karena Allah. Mereka meninggalkan yang mereka punya. Tak banyak bekal dibawa. Pun sahabat Anshar, selaku ‘shahibul bait’ menjamu karena Allah.
Terkisahlah Nabi Muhammad menjodohkan kedua sahabat mulia ini. Dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Thabaqat Ibni Sa’ad tertulis Nabi Muhammad mempersaudarakan Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin Jabal, Hamzah bin Abdul Mutthalib dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar ash-Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan ‘Utbah bin Malik, Abdul Rahman bin Auf dengan Sa’d bin Rabi’...dan seterusnya.
Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy, penulis Sirah Nabawiyah bahkan mengatakan Nabi mempersaudarakan mereka tidak saja atas Islam, tapi juga materi dan rasa persamaan. Itu bentuk persaudaran yang sangat tinggi.
Bentuk asas itu dengan adanya kewajiban untuk saling mewarisi sepeninggal mereka. Seperti saudara kerabat atau kandung. Ukhuwah Islamiyah kala itu bahkan lebih kuat dari sekadar ikatan darah. Namun, usai perang Badar Kubro, Allah lalu menghapus (nasakh) kewajiban itu.
Dalam al Quran Allah berfirman:
“....Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamannya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75).
Kewajiban saling mewarisi antar kaum Muhajirin dan Anshar telah di-nasakh dengan ayat ini. Tetapi, kendati demikian, spirit persaudaraan itu tetap menyala dan tak pernah padam meski di makan zaman.
Sahabat Anshar mencintai sahabat Muhajirin karena Allah. Cinta mereka bahkan melebihi cinta terhadap diri sendiri. Apapun yang mereka punya dibagi. Harta, perniagaan, peternakan, rumah, kebun, bahkan, istri sekalipun.
Apapun mereka kasih. Demi saudara. Demi cinta mereka karena Allah Ta’ala.
Satu Tubuh
Persaudaraan umat Islam seperti satu tubuh, “...kal jasadil waahid,” kata Nabi. Kita memang bukan kaum Muhajirin. Bukan pula kaum Anshar. Kualitas amal shaleh juga tak sehebat mereka.
Tapi, semangat berbagi sebagai saudara seiman harus tetap melekat, seperti melekatnya iman di dada. Layaknya satu tubuh. Jika bagian anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan menanggungnya.
Ada banyak saudara di sekitar. Siapapun dia. Selama dia beriman, mereka adalah bagian dari tubuh kita. Derita mereka derita kita juga. Bahagia mereka bahagia kita juga.
Kita tak layak membiarkan perut mereka tak terisi meski sehari pun. Sementara beras di lumbug di dapur kita penuh, uang di ATM kita jutaan bahkan milyaran. Rumah ada di mana-mana. Kendaraan tiap saat berganti dengan keluaran terbaru. Sekali, jangan! Kelak, kita akan dimintai pertanggung jawaban.
Realitas paradoks juga sering kita saksikan. Di sudut-sudut kota, di selasar-selasar desa, di pinggir-pinggir jalan masih banyak orang miskin. Mereka tak memiliki rumah, tak bisa makan. Padahal, di luar sana, gedung bertingkat mencakar langit. Mengerikan!
Mari kita buka hati! Mari sayangi mereka seperti menyanyangi diri kita sendiri. Agar 28,07 juta saudara kita yang miskin (11,37 persen menurut pemerintah) bisa kita angkat derajatnya.
Mari contoh semangat berbagi kaum Anshar. Mereka ikhlas berbagi karena Allah. Semoga tak ada lagi saudara kita yang kelaparan.*/Syaiful Anshor

0 komentar:

Posting Komentar