BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Menikmati Iman

Menikmati Iman

Manusia pertama kali datang ke dunia ini dalam bentuk seorang bayi bukan datang dengan
sendirinya, tapi atas kehendak Allah yang Maha Kuasa. Dengan begitu, kita manusia hadir ke dunia ini tidak lain adalah anugrah dari Allah. Hidup, umur, detak jantung desir darah, dan potensi untuk bergerak merupakan karunia dari Allah.


Jika manusia itu merasa dikaruniai hidup oleh Allah dan merasa berhutang budi kepada Allah dan kemudian terbit rasa terimakasih atau rasa syukur kepada Allah yang kemudian fitrahnya bertemu dengan hidayah (Agama) lalu ia menyembah atau bersujud kepada Allah, serta mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, itulah “kecerdasan tertinggi” bagi makhluk yang disebut manusia. Manusia yang mulai dari naluri, akal pikiran serta kalbunya menyerah diri kepada Allah

Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi Rabbil “Alamin Sesungguhnya shalatku, amal ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah, pencipta seluruh alam semesta.
Pengakuan yang seperti itu apabila dikembangkan menjadi kecerdasan spiritual akan menjadi pemandu visi untuk membangun wawasan keagamaan yang luas, serta akan menemukan indahnya menjadi hamba Allah. Menjadi hamba Allah yang bertumpu pada kesadaran tauhid yang disertai rasa kesetiaan terhadap aturan-aturan hidup yang diturunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya perlu dipandang sebagai keindahan yang akan menumbuhkan kenikmatan beriman dan bertakwa kepada Allah. Kenikmatan sejati dalam menjadi hamba Allah.

Ketika kita berbicara tentang kenikmatan, bukan tentang pikiran. Dalam kenikmatan tentu ada penghayatan dan perasaan yang berperan. Rasa nikmat adalah getaran-getaran kalbu oleh sesuatu hasil olah penghayatan dan olah rasa. Rasa syukur pun akan lahir dari proses seperti itu. Itulah pentingnya manusia menghidupkan olah rasa di samping olah pikir. Jika olah pikir untuk menemukan simpulan-simpulan tentang kebenaran, olah rasa untuk menemukan getaran keindahan dan kenikmatan. Sedangkan kenikmatan tertinggi ialah kenikmatan saat seorang hamba menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang menciptakan dirinya. Manusia yang cerdas pasti sadar bahwa dirinya ciptaan Allah, segala keperluan hidupnya disediakan oleh Allah. Kesadaran seperti itu sudah sangat bagus, cuma akan lebih meresap sebagai kenikmatan dalam menghayati kasih sayangnya Allah.

Semakin baik penghayatan terhadap kasih sayang Allah, manusia akan semakin besar rasa nikmat yang menggetarkan kalbunya. Seorang yang kalbunya hidup akan melahirkan sejenis monolog, antara lain : “Hidup dan umurku adalah karunia Allah, Allah yang menyediakan rejeki berupa buah-buahan dan makanan di atas bumi ini untukku. Aku berhutang budi kepada Allah. Allah yang menjaga detak jantungku baik pada saat aku jaga maupun pada waktu aku
tidur. Allah yang mengatur peredaran darah kesekujur tubuhku, Allah pula yang menjaga
gerak nafas yang kutarik dan ku hembuskan. Allah yang menggerakkan hati ayah bundaku untuk menyayangi diriku, Allah yang menghamparkan tanah airku yang indah permai. Dari detik ke detik menuju menit, menuju bulan dan menuju tahun aku tak henti-hentinya selalu mendapatkan curahan rahmat kasih sayang-Nya. Betapa dekatnya Allah dengan hidupku. Tak ada saat tanpa rahmat Allah. Aku bersyukur, aku nikmat, Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah.”

Perenungan seperti di atas ini perlu sering dilakukan disertai rasa hormat, takzim serta cinta yang mendalam kepada Allah dengan getaran tali temali rasa di dalam kalbu, sehingga rasa nikmat dan keindahan bisa membangun keterikatan hati dengan Allah. Jika ini sering dilakukan, beriman dan bertakwa akan menjadi sangat menikmatkan. Bahkan semua perbuatan
yang saleh akan melahirkan nikmat dan syukur kepada Allah.

Nikmat dalam mengerjakan salat, nikmat dalam mengerjakan puasa, nikmat dalam membaca Al-Qur’an, nikmat dalam
memberi sedekah untuk fakir miskin, nikmat dalam pergaulan yang damai, nikmat dalam
mencari nafkah untuk anak istri. Semua olah kalbu itu dilakukan sebagai upaya
memantapkan penghambaan kepada Allah. Jika atmosfer kalbu selalu diisi dengan getaran keindahan dalam menghayati nikmat-nikmat Allah insya Allah manusia yang melakukan itu hidupnya akan selalu melangkah dari nikmat ke nikmat, dari rasa bahagia ke rasa bahagia yang penuh rasa syukur kepada Allah.

Seorang panyair Arab mengatakan Hadapilah dirimu dan sempurnakanlah keutamaankeutamaannya
Engkau disebut manusia karena ruhmu bukan karena jasadmu Ruh yang dipelihara untuk selalu taat kepada Allah akan berimbas jasadpun akan ikut patuh kepada Allah. Dari sinilah
keutuhan lahir batin dalam mengarungi hidup akan berada dalam proses “Istiqamah,”
yaitu berketetapan selalu konsisten dalam menomersatukan Allah serta aturan hukum
yang diturunkan Allah.

Alangkah gagalnya hidup tanpa bahagia. Mungkin ada seseorang yang merasa senang dengan dosa dan maksiat, senang melaksanakan ibadah haji dengan uang haram dan sebagainya, tapi itu bukan nikmat hidup yang hakiki. Itu hanya kesenangan semu yang menipu hawa nafsu.

Penulis : D. Zawawi Imron

0 komentar:

Posting Komentar