BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Nikmatnya Meniti Jalan Dakwah

Nikmatnya Meniti Jalan Dakwah

Abdul Majid tergolong sibuk. Hampir setiap hari, Ketua Pimpinan Wilayah Hidayatullah Sulawesi Selatan ini tidak pernah sepi aktivitas dakwah, baik di sekitar Makassar atau pun keliling Sulsel. Jadwal dakwah keliling ke berbagai daerah di Sulsel hampir juga tak pernah sepi. Seperti di Kabupaten Pare, Enrekang, Tator, Palopo, Belopa, dan daerah lainnya. Jadwal dakwah Majid relatif terbilang padat.


Padatnya aktivitas dakwah Majid sudah jadi risiko hidup yang telah diambil. Baginya, dakwah adalah jalan yang harus dilalui. Apapun yang terjadi tidak pernah surut. Menurut alumnus S2 Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini, dakwah tidak bisa dilakukan hanya sekedar sambilan atau paruh waktu.

“Dakwah harus dilakukan secara serius dan totalitas,” ujarnya kepada MULIA beberapa waktu lalu.
Majid telah meniti jalan dakwah sejak pertama kali duduk di bangku kuliah. Kala itu, dia masih berstatus mahasiswa di Universitas Hasanuddin (Unhas).

Selain sibuk belajar, dia juga bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di organisasi Islam yang cukup tua dan terkemuka di tanah air ini dia berinterkasi dengan berbagai mahasiswa lainnya. Di antaranya Ketua Tanfidziah KPPSI, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar dan rekan lainnya.
Sejak itu, meski masih status mahasiswa, dia sudah sibuk berdakwah. Memberi kajian atau mengisi majelis taklim. Objek dakwahnya bermacam-macam; ada yang mahasiswa atau masyarakat biasa.

Dari interaksi para aktivis Islam itu, Majid kemudian mendirikan Pesantren Hidayatullah Makassar yang bertempat di Jalan Tamalanrea Perum BTP dengan para aktivis Hidayatullah lainnya. Pendirian pesantren itu tidak lain karena terinspirasi oleh allahuyarham Abdullah Said, pendiri Hidayatullah Balikpapan yang kala itu acapkali mengisi acara tabligh akbar di Kota Angin Mamiri itu.

Menurut ayah dari tujuh anak --Ibadurrahman Sibghatullah (S1 Sudan), Rifdah Fauziah, Fatimah Azzahrah, Atikah Amatullah, Mujahid Fatahillah Ahmad, Mukhlisoh Mahmudah, dan Mujahidatul Rahmah-- dunia dakwah adalah aktivitas paling menarik. Selain ia yakin akan balasan surga, pertolongan Allah acapkali datang dan selalu mengejutkan. Hal itu bahkan telah menjadi pengalaman yang tak terlupakan sepanjang hidupnya.

Seperti kejadian beberapa tahun silam ketika dia menikahkan seorang pengantin di sebuah daerah. Karena budaya, pihak keluarga tidak mau para tamu laki-laki dan perempuan dipisah. Akhirnya terjadi debat panjang. Bahkan tentara dan polisi sampai turun tangan. Mereka tetap ingin tamu dicampur.

Tanpa diduga, tiba-tiba datang seorang perempuan tua memaksa untuk memisah tamu. Herannya, semuanya mengikuti sarannya. Anehnya, setelah selesai, perempuan tua itu hilang entah kemana dan tak seorang pun yang tahu. “Saat itu saya pikir bahwa itu adalah pertolongan Allah,” ujarnya.

Tawaran Dunia

Bukan berarti dunia dakwah tak ada godaan. Godaan bisa datang dalam berbagai bentuk. Bahkan tawaran menggiurkan hingga itu datang dari berbagai tempat. Majid mengaku pernah ditawari seorang direktur di salah satu perusahaan milik pengusaha terkemuka di Kota Makassar dengan posisi dan honornya yang tidak sedikit.

Tapi, tawaran itu ditolaknya. Tidak hanya itu, di kampus almamaternya, ia pernah ditawari menjadi dosen. Setali tiga uang, tawaran yang dicari banyak orang itu justru dilepasnya.

Godaan lain juga datang dari partai politik. Lelaki yang pernah jadi penasihat sebuah partai Islam di Makassar ini ditawari menjadi calon anggota legislatif dari sebuah partai karena dinilai memiliki basis masa nyata berupa jamaahnya yang tersebar di Sulsel. Lagi-lagi tawaran itu tidak mengubah niatnya untuk fokus di jalan dakwah.

“Jika tawaran itu diterima, bisa jadi secara materi melimpah. Tapi, konsekuensinya dakwah jadi terganggu,” katanya. Baginya, dakwah butuh perjuangan dan pengorbanan. Mulai dari hidup yang sederhana dan apa adanya juga aktivitas dakwah yang seabrek. Risiko lainnya adalah sedikitnya waktu bersama keluarga.

Dalam sepekan Majid hanya bisa beberapa hari bersama keluarga. Sisanya sibuk dakwah di luar. Suami dari Rahmatiyah Nur ini tetap selalu menyisakan waktu khususnya bersama keluarga.
Kendati begitu, istri dan anak-anaknya tidak pernah protes. Mereka sudah paham dan justru mendorong penuh aktivitas dakwah lelaki kelahiran Palopo, 19 April 1964 ini.

“Saya terkadang bawa anak jalan-jalan dan selalu jalin komunikasi yang berkualitas dengan mereka” tuturnya.*/Syaiful Anshor

0 komentar:

Posting Komentar