BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Konsultasi: Suami Sayang Ibu, tapi Tidak Bekerja

Konsultasi: Suami Sayang Ibu, tapi Tidak Bekerja

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa barakatuh
Saya Citra 38 tahun. Usia pernikahan sudah saya jalani selama 5 tahun. Anak 1 berusia 3 tahun. Hampir 2 tahun terakhir ini suami saya tidak bekerja, otomatis saya menjadi tulang punggung perekonomia dalam keluarga, sekaligus menanggung mertua saya.

Selama waktu tersebut, saya sudah memberikan dorongan kepada suami untuk mencari kerja, namun suami beralasan bahwa ia mau mengurus ibunya yang sakit, suami tidak berusaha mencari lowongan pekerjaan, bahkan ibunya menuntut suami saya untuk tidak bekerja. Terus terang saya lelah. Jika saya ingin bercerai, apakah hal ini dianggap saya egois? Mohon bimbingannya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wa barakatuh
Citra – Sukabumi


Waalaikumsalam Warahmatullahi wa barakatuh

Ibu Citra yang dirahmati Allah.

Pertama membaca surat Anda, saya menangkap kesan bahwa Anda merasa terbebani oleh pilihan suami yang tidak mau bekerja dengan alasan mau mengurus ibunya yang sakit. Saya meyakini, bahwa Anda sebenarnya sudah tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Sebagai pendahuluan, perlu saya sampaikan Firman Allah SWT, “…dan hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu” (QS. Luqman:14).

Dalam sebuah hadits shahih, diriwayatkan bahwa Aisyah Ra bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab, “Suaminya” (apabila sudah menikah). Aisyah Ra bertanya lagi, ”Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Ibunya” (HR. Muslim)
Dalam hadits di atas, terlihat begitu pentingnya tanggung jawab seorang laki-laki terhadap ibunya, melebihi kasih sayangnya terhadap istrinya.

Nah, jika pada batasan ini, Anda berada dalam posisi menerima dan tawakkal ‘alallah, maka yakinlah Anda dalam penjagaan Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An-Nisa’ : 34)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

Ibu Citra, disanjungnya suami dalam keterangan di atas bukan tanpa konsekuensi bagi seorang suami. Tentunya bukan begitu saja seorang suami dapat meninggalkan tanggungjwab kepada anak dan istrinya. Tidak. Suami tetap mempunyai kewajiban.

Firman Allah SWT, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. (QS. Al-Baqarah : 233)
Sabda Rasulullah SAW, ‘’Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137).

Ibu Citra, dalam kasus Anda, saya tidak melihat adanya celah untuk pemutusan perkawinan. Saya mendukung upaya Anda untuk terus mendorong agar suami lebih percaya diri dan punya tanggungjawab.

Berikan waktu bagi suami untuk memahami beban dan kesulitan Anda dengan lebih baik. Bagi Anda galilah potensi untuk juga memahami kesulitan suami. Karena beban yang dibagi dan ditanggung bersama antara suami dan istri tentu akan menjadi lebih ringan. Tentunya di sini diandaikan Anda dan suami memiliki niat baik yang sama, tidak egois dan mau berkorban. Wallahu a’lam.
Demikian, semoga Anda dan keluarga selalu mendapatkan bimbingan dan rahmat dari Allah SWT. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wa barakatuh

konsultasi keluarga sakinah

0 komentar:

Posting Komentar