BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Profil Dai: Tak Kuat Berpisah dari Pesantren

Tak Kuat Berpisah dari Pesantren

Keresahan tengah menimpa jiwa Anang Ma’ruf. Sebulan lamanya meninggalkan pesantren, batinnya bergejolak. Ia merasa ada sesuatu yang hilang. Padahal, secara ekonomi, kehidupannya kini jauh lebih enak dibanding tinggal di pesantren dulu. Selidik punya selidik, akhirnya iapun menemukan jawabannya. “Tinggal di luar (pesantren) itu menjauhkan kita dari jama’ah,” begitu ujarnya mengenang.


Merasa kehidupan ruhiyahnya makin tidak terkondisikan dengan berada di luar pondok pesantren, membuatnya memilih kembali berada ingin dekat di lingkungan pesantren.
Itulah penggalan kisah hidup Anang Ma’ruf, yang kala itu sedang menjadi santri di Pondok Hidayatullah Balik Papan, Kalimantan.

Setibanya di pesantren, bersama salah satu teman akrabnya, ia memutuskan untuk hijrah ke Surabaya, guna menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL). Di perguruan tinggi milik Hidayatullah inilah awal mula kisah Anang berkecipung di dunia tarbiyah dan dakwah hingga sekarang.

Tugas di Sorong
Setelah lulus kuliah pertengahan 2007, laki-laki kelahiran 1984 ini langsung mendapat tugas dakwah di daerah asalnya, Sorong. Di tempat ini ia diamanahi sebagai amil di Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Setengah tahun berkiprah di sana, ia diserahi amanah baru yang cukup besar lagi menantang; merintis sekolah Tsanawiyah. Pria yang belum pernah terjun di dunia pendidikan ini sempat masghul dengan tugas barunya itu.

Tapi, karena amanah kadung diserahkan padanya, ia menyanggupi. Ia tak sungkan-sungkan dalam setiap mengisi pengajian, ta’lim ataupun khuthbah Jum’at, untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang pembukaan sekolah baru yang tengah dirintisnya.

“Jadi, selesai shalat Jum’at, saya meminta izin kepada ta’mir untuk sosialisasi program pembukaan sekolah baru kita. Alhamdulillah, pihak ta’mir mengizinkan,” ungkapnya sambil tersenyum.
Meski dengan kerja keras, tahun pertama pembukaan sekolah ia hanya mendapat 12 murid. Meski demikian ia mengaku bersyukur.

“Karena ini sekolah perintisan, yah, jadi dapat 12 murid saja itu sudah menjadi karunia tersediri. Apa lagi, di sini memang banyak sekolah negeri yang sudah lebih maju dari kita, gratis lagi, jadi ini tantangan tersendiri,” ujarnya.

Selain pendidikan adalah dunia baru, suami dari Fajriah ini juga mengaku menghadapi tantangan di dunia dakwah. Apalagi di Sorong, posisi kaum Muslimin yang jumlahnya lebih sedikit (sekitar 40 persen) menjadi persoalannya.

Pembangunan gereja semarak di mana-mana. Bahkan, di daerah yang tak berpenghuni sekalipun, gereja bisa berdiri tegak. Keadaan ini bertambah pelik, karena kondisi kaum Muslimin sendiri yang kebanyakan masih belum memahami konsep beragama secara benar, yang sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan tak jarang kaum Muslim masih doyan mempraktikkan amalan-amalan yang berbau mistis.

Sedihnya, menurut Anang, masih belum bisa membedakan identitas agama Muslim dan Kristen. Misalnya; antara Hari Raya daitangguhIslam ataupun Hari Raya umat Kristiani, semua bisa bercampur-baur, bersorak dan bergembira merayakannya secara bersama-sama. Bahkan, bukan sekali dua kali pihak pemerintah daerah (yang didominasi Nasrani) mengundangnya menghadiri hari raya mereka. Namun karena dianggap persoalan akidah, undangan ini ditolak dengan halus.

Klinik Dakwah
Di samping terus menggalakkan pengajian dan majelis-majelis taklim, Anang bersama pengurus pondok Hidayatullah lainnya, menggunakan jalur kesehatan sebagai metode dakwah mereka. Caranya, mereka membuka klinik herbal.

Selain menjual aneka obat-obat herbal, klinik ini juga melayani jasa bekam, ruqyah, dan sebagainya.
Diakui oleh Anang, jalur dakwah yang satu ini terbilang cukup ‘ampuh’. Tidak sedikit pasien yang sebelumnya sangat jauh kedekatannya dengan Allah, lambat laun, setelah berobat di klinik ini dan mendapat wejangan dari para terapisnya, dengan izin Allah, si pasien sedikit demi sedikit menunjukkan perubahan perilakunya.

Anang mengisahkan, pernah suatu hari ada seorang pasien perempuan yang berpakaian kurang menutup aurat, tengah kemasukan jin. Setelah diruqyah beberapa kali, perempuan itupun sadarkan diri. Padanya, ia berpesan bahwa penyebabnya bisa jadi karenna masalah aurat. “Bisa jadi karena mbak tidak menutup auratnya, jadi syetan gampang menguasai mbak,” ujar Anang menirukan pesan yang diberikan kepada si pasien waktu itu.

Alhamdulillah, tambah Anang, selang beberapa hari kemudian, ketika kembali berkunjung ke pesantren, si wanita itu sudah menutup sekujur tubuh. Begitulah cara Anang menyelipkan dakwahnya.*/Robinsah

0 komentar:

Posting Komentar