BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Sadar Wadi : Bermalam di Kapal untuk Cari Santri

Sadar Wadi : Bermalam di Kapal untuk Cari Santri

Suasannya gelap. Tak ada listrik. Penerang satu-satunya yang digunakan hanyalah lampu teplok. Itulah suasana yang menyambut Sadar Wadi saat kali pertama menginjakkan kaki ke Pesantren Hidayatullah Manggala, Lampung. Kondisi pesantren tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Berdiri di pelosok dan dalam kondisi yang tidak terurus.


Bangunannya dipenuhi rumput ilalalang. Tingginya pun tak main-main, melebihi dirinya. Rumput yang tumbuh di areal pesantren seluas sekitar 3 hektar itu sudah lama tidak ditebas. Suasa pesantren yang dikelilingi kebun karet dan sawit menambah lengkap ‘wajah angker’ pesantren. Di masa awal kedatangannya, santri yang masih tersisa hanya sepuluh orang. Tak hanya itu, menurut lelaki kelahiran Lombok, Nusa Tenggara Barat ini, kala itu masih banyak binatang liar seperti babi, anjing hutan “mampir” ke pondok pesantren ini tiap malam kian menambah suasana makin mencekam.

Tak hanya lokasinya yang mencekam, suasanya juga tak aman. Sudah sering kali orang diganggu atau dicegat di tengah jalan. Bahkan kendaraannya diambil secara paksa. Tak sedikit pula yang menolak disakiti, dipukul dan ditusuk perutnya dengan pisau. Bumbu-bumbu cerita sempat membuatnya cemas.

“Alhamdulillah, saya sendiri selama ini belum pernah dipalak di tengah jalan. Mereka tahu orang pondok,” ujar lelaki humoris ini. Meski begitu, bukan berarti Sadar tak punya pengalaman pahit. Dua sepeda motor Sadar sempat raib dicuri orang. Bahkan kejadiannya di dalam rumah.

Kala itu, motornya ditaruh di dalam rumah. Namun, tengah malam tiba-tiba ada pencuri masuk rumah. Rumah Sadar yang sederhana dan hanya berbahan papan dan seng memudahkan pencuri menjebol dan menggondol motornya.

“Ketika saya bangun, motor saya sudah lenyap. Dan itu terjadi dua kali,” tuturnya. Padahal, alat transportasi penting untuk dakwah yang dimilikinya hanyalah motor itu. Selama ini kendaraan itulah menjadi “kakinya” kemana-mana dalam menjalani roda dakwah ke daerah di sekitar Menggala.

Meski setiap motornya hilang, Sadar yakin, Allah akan menggantinya. Seringnya Sadar kecurian motor membuatnya tak pernah membeli motor mahal dan baru. Dia selalu membeli motor bekas dengan harga murah.

Tak mendapat Santri
Meski santrinya hanya beberapa gelintir, Sadar mengaku harus berjuang lebih keras memajukan pendidikan di pondok pesantren Hidayatullah Menggala. Apalagi tidak banyak tenaga pesantren yang bisa diandalkan.

Melihat kondisi masyarakat setempat, Sadar harus melakukan banyak hal. Termasuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Setelah mendapatkan bantuan dari Depag, akhirnya gedung sekolah berhasil berdiri. Kini, yang jadi tugas baru adalah mencari santri. Santri sekitar tidak mau berasrama (boarding). Mereka hanya mau sekolah formal saja. Hal itu membuat Sadar harus mencari santri dari luar daerah.

Sadar lalu pergi mencari santri di Bratasena, di wilayah Lampung. Dengan menggunakan jalur kapal dan harus menempuh waktu berjam-jam. Saking lamannya dia bahkan harus menginap di atas kapal hanya berharap akan muncul santri dari tempat ini yang bisa dibina dan diajak menjadi tenaga dakwah.

Beberapa jam lamannya Sadar terombang-ambing di laut, sesampainya di tujuan, dia justru tak mendapatkan satu santri pun. Berkat kegigihannya, perjuangan Sadar akhirnya berhasil. Lambat laun, satu persatu santri berdatangan Ada yang datang dari Curuk, Palembang, dan daerah lain. Kini, santrinya mencapai 60 orang. Setelah sukses mendirikan MTs Sadar lalu mendirikan Madarasah Aliyah (MA) dengan jumlah santri 12 orang.

Perbedaan Pendapat
Satu hal yang akhirnya dipahami Sadar bahwa berdakwah di masyarakat harus memahami karakternya. Seperti kata pepatah, “Lain lubuk lain ikannya.”

Karakter masyarakat Lampung tentu berbeda dengan masyarakat di mana ia lahir, di Lombok dan Surabaya semasa kuliah. Memahami psikologi dan karakter masyarakat itulah yang dinilai sangat penting agar dakwah mengena. Pola itu juga yang dilakukan suami dari Rizkika Wahyuni ini. Selain itu, dalam berdakwah ia tidak mengedepankan perbedaan (khilafiyah).

Alhamdulillah, respon masyarakat atas kiprah dakwahnya berhasil. Daerah yang dulunya terkesan angker dan tidak aman kini sudah mulai aman. Untuk meningkatkan kualitas diri, Sadar telah menyelesaikan S2 bidang pendidikan Islam di IAIN Lampung. Rencanannya dia ingin mendirikan semua jenjang pendidikan, mulai dari play group hingga perguruan tinggi.

“Itu cita-cita saya di pedalaman Menggala ini. Alhamdulillah, kini tinggal PT yang belum terwujud,” ujarnya.*

0 komentar:

Posting Komentar