BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Ust Masrokan , berdakwah melalui pena

profil dai BMH

Mansur tampak serius. Dai yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu sedang membolak-balik halaman demi halaman Majalah Suara Hidayatullah. Dibukannya satu per satu. Bola matanya yang tajam melihat setiap judul. Dai yang akrab disapa Abu Gaza itu sedang mencari materi khotbah Jumat. Tiba-tiba matanya tertuju sebuah artikel yang ditulis seseorang bernama Masrokan, di rubrik Mutiara Quran atau Mutiara Hadits.

Seperti biasa, setiap dapat jadwal khotbah, aktivis Hidayatullah Kota Gudek ini selalu mencari bahan dari media Islam yang sangat popular di kalangan juru dakwah ini. Potongan kisah itu rupanya sampai pada penulisnya, Masrokan. Tentusaja, ia (Masrokan) gembira mendengarnya. Ia bersyukur jika tulisannya bisa membantu mempermudah para dai berdakwah.

Baginya, itu sangat luar biasa. Masrokan sendiri belum begitu lama terjun di dunia tulis-menulis. Kepada MULIA ia mengaku, tulisannya baru pertama kali dimuat di media itu selepas kuliah dari Sekolah Tinggi Agama Islam Lukman al Hakim (STAIL) Hidayatullah Surabaya.

Kala itu, dai asal Grobogan, Jawa Tengah yang biasa disapa Ustadz Aan ini ditugaskan di pulau luar Jawa. Di tempat baru itu, dia harus menjadi juru dakwah. Mau tidak mau, dia harus selalu mengisi ‘bahan bakar’ dakwah berupa ilmu. Caranya, ya harus sering membaca. Karena itu, meski tinggal jauh dari kota, dia selalu menyempatkan membeli buku ke toko buku atau menyambangi perpustakaan daerah setempat hanya guna membaca.

“Membaca itu penting. Allah saja menyuruh Kanjeng Nabi Muhammad untuk membaca. Iqra’ (bacalah). Seperti dalam surat al Alaq,” ujarnya.

Banyak Ditolak, Makin Rajin Menulis
Bekal ilmu dari membaca itu awalnya dia gunakan untuk berdakwah dari mimbar ke mimbar serta untuk mengajar. Hasilnya luar biasa. Dia sangat terbantu. Selalu ada saja yang disampaikan. Ibarat menembak, ia tak pernah kehabisan peluru. Setelah produktif dalam dakwah verbal, rupanya ia mulai tertarik dakwah bil qalam. Dakwah lewat media ini, katanya, tak kalah efektif dengan dakwah bi lisan. Dakwah model itu, justru menurutnya lebih masif dan dibaca banyak orang.

Berbekal ilmu kepenulisan yang dia dapat selama menimba ilmu di STAIL dari para redaktur Majalah Suara Hidayatullah, Masrokan mulai mengasah pena. Ilmu yang dia dapat dari membaca mulai ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Banyak tulisannya ditolak. Namun ia tak pernah patah arang. Semakin banyak ditolak, semakin keras ia berusaha menulis.

Setelah banyak penolakan, rupanya naskah-naskahnya mulai diterima. Sejak itu, tulisannya hampir menghias majalah Islam terbesar itu setiap bulan. Menurut lelaki bertubuh bongsor dan pendiam ini, ketertarikannya dalam dakwah bil qalam juga terinspirasi dari para ulama salaf. Salah satunya Imam Asy-Syafi’I yang dikenal sebagai ulama yang sangat produktif dalam menulis. Bahkan, dengan pena nya, beliau bisa menulis lebih dari 100 kitab dalam disiplin ilmu al Quran, Sunan, serta Musnad. Ia juga kagum pada Imam Ibnu Khuzaimah yang menulis lebih dari 140 kitab.

Begitu pula Imam Ath-Thabari yang menulis kitab Tafsir Al Quran. Dan, masih banyak lagi ulama yang produktif dalam tulisan dan hingga kini kita dapat menjumpainnya di perpustakaan hampir di belahan dunia manapun. Lebih dari itu, menurut ayah Hana Kamilatun Nisa dakwah bil qalam baginya adalah jihad melawan pemikiran sesat dan pengaruh global Barat yang hampir setiap hari terpampang di media masa. Karena itu, dakwah di medan ini, baginya adalah sebuah kewajiban.

“Era global ini kaum Muslimin dihadapkan pada tantangan yang semakin berat. Musuh-musuh Islam terus berkreasi dan berinovasi dengan segala cara. Termasuk dengan tulisan. Dengan tulisan itulah mereka mempopagandakan pemikiran sesat kepada umat Islam,” ujar dai yang kini bertugas di PP Hidayatullah Putri Kendari ini.

Baginya, meski saat ini dia disibukkan menjadi pengajar dan dai di mimbar, ia tak akan lupa dengan jihad bil
qalam. Meski tinggal di tempat terpencil, ia masih berharap bisa mengangkat ‘senjata pena’ dengan peluru kata-kata. “Tidak hanya di atas mimbar dalam berdakwah. Tapi juga di rubrik-rubrik media masa. Itu juga dakwah,” tuturnya.

Menurutnya, dakwah bil qalam adalam amal jariyah. Selama dibaca dan menggugah orang beramal shaleh, pahalanya insyaAllah akan terus mengalir seperti air. Tak urung, kiprahnya dalam dakwah bil qalam mengguhah Ustad Nur Huda, dosennya saat masih kuliah. “Luar biasa. Ia adalah da’i sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Surabaya yang ditugaskan ke Tual tahun 2008, lalu dipindah ke Kendari. Tetapi, spirit menulisnya justru semakin tinggi. Kami bangga,” ujarnya.*/Imam Nawawi

profil dai BMH

0 komentar:

Posting Komentar