BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Bagaimana Apabila Niat Sholat dengan Bahasa Indonesia

Bagaimana Apabila Niat Sholat dengan Bahasa Indonesia

Bagaimana Apabila Niat Sholat dengan Bahasa Indonesia BMH

Assalamualaikum
Saya seorang wanita, meski sudah lama menjadi Muslim, tapi baru sekarang saya benar-benar ingin menjadi Muslimah yang kaffah, yang benar sesuai syariat. Sejak kecil saya biasa mendapat pelajaran tentang niat shalat dengan melafalkan Nawaitu baik dikeraskan atau pun di dalam hati.

Tetapi, dalam perjalanan hidup saya, saya mendengar pendapat seorang ustadz di tempat saya belajar, bahwa tidak mengapa orang shalat melafalkan niatnya dengan bahasa Indonesia, yang tidak lain adalah terjemahan dari Usholli itu sendiri. Misalnya, “Saya berniat Shaolat Dzuhur empat rakaat, karena Allah,” lalu bertakbir. Bagaiman hukumnya ust, terimakasih atas penjelasannya.
Lisa Purnamasari, Sleman Jogjakarta


Wassalamualaikum
Sebagai hamba Allah, tentu keinginan tersebut adalah suatu yang harus disyukuri, sebab hal itu merupakan hidayah yang dianugerahkan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai rahmat kepada hamba yang dicintainya. Aspek lain yang patut disyukuri pula adalah upaya anda untuk terus menambah pengetahuan tentang tuntunan syariat dalam rangka menyempurnakan penghambaan anda kepada Allah, diantaranya adalah tambahan ilmu mengenai niat untuk shalat.Sebagaimana disepakati para ulama, bahwa niat dalam shalat adalah wajib, sebab niat tersebut berfungsi ganda yaitu membedakan antara yang ibadah dan yang ‘adah (kebiasan/perbuatan selain ibadah). Dan yang kedua membedakan antara ibadah yang satu dengan yang lainnya.

Namun di samping itu mereka juga sepakat bahwa tempatnya niat itu adalah di hati, bukan pada organ yang lain. Imam Al-Suyuthi mengatakan: ”Tempat niat untuk ibadah apapun adalah dalam hati, sebab hakikat niat secara mutlak adalah menyengaja (al-qashdu). Niat tidak lain adalah perbuatan hati” (al-Ashbah wa al-Nadzair,I/30)

Terkait dengan melafalkan niat –dalam referensi yang sama- al-Suyuthi menegaskan dua hal. Pertama, bahwa mengucapkan niat dengan lisan tanpa adanya niat dalam hati adalal tidak mencukupi. Artinya belum dikatakan telah berniat. Kedua, mengucap dengan lisan sama sekali bukan syarat sah niat.

Secara operasional bahkan Imam al-Nawawi mengatakan bahwa jika ucapan lisan berbeda dengan yang ada dalam hati, maka yang dipakai patokan adalah yang muncul di hati. Beliau berkata: ”Andaikan seseorang melafalkan niat dengan lisannya sementara hatinya tidak berniat, maka menurut kesepakatan semua ulama (ijma’) shalatnya tidak sah. Dan bila seseorang berniat dalam hatinya untuk melakukan shalat dzuhur, sementara mulutnya mengucapkan shalat Ashar, maka sah shalat dzuhurnya” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: III/277)

Dari semua keterangan ini dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya ucapan niat untuk shalat bukanlah bagian dari shalat bukan syarat sah shalat dan juga bukan bagian dari rukun shalat. Selanjutnya, karena perbuatan shalat itu dimulai dengan takbir, sedangkan melafalkan niat itu –bagi yang meyakini dianjurkannya- dilakukan sebelum takbir, maka kalaupun diucapkan hanya terjemahannya, tidak akan berpengaruh terhadap shalat tersebut.*

0 komentar:

Posting Komentar