BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Melejitkan Dimensi Dasar Perubahan

baitul maal hidayatullah

Teori perubahan yang selama ini dikaji dalam berbagai macam bentuk dan jenisnya hampir tak satu pun yang benar-benar mengkaji tentang dimensi dasar perubahan itu sendiri. Semua masih bersifat basyariyah (kemanusiaan dalam konteks jasadiah), sehingga perubahan yang dihasilkan pun masih berkutat pada aspek materi.


Orang akan sangat bangga jika pada masa lalunya hidup dalam kodisi ekonomi biasa-biasa saja, lantas sekarang hidup dengan serba kecukupan. Mobil punya, rumah mewah, penghasilan berlebih. Hal-hal semacam ini umum dipahami sebagai perubahan dalam kultur masyarakat kita secara umum, baik di kalangan bawah, elit bahkan terpelajar.

Demikian juga dalam konteks lebih besar, katakanlah skala negara. Negara dikatakan maju jika negara tersebut memiliki indikasi berupa angka-angka pertumbuhan ekonomi yang dinilai tinggi dan tentu saja semua itu bersifat fisik semata. Apakah negara maju tersebut benar-benar bahagia, bermanfaat bagi yang lain dan mempelopori kestabilan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, hal ini nyaris tak pernah disentuh.
Jika perubahan dipahami dalam konteks basyariyah saja, maka peningkatan mutu manusia pun tidak lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan mekanik industri era modern, sehingga manusia tidak lagi dipandang secara utuh. Tetapi sebatas sumber daya, yang bisa ditingkatkan skill-nya lantas diekspolitasi untuk kepentingan industri.

Konsep inilah yang sebenarnya menjadi awal dari beragam kerancuan dan kesemerawutan kehidupan manusia modern. Untuk itu, mesti ada konsep perubahan yang bersifat mendasar, yang jika itu ditemukan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan lahirsuatu perubahan yang benar-benar menentramkan dan menyelamatkan dunia dan kehidupan dari berbagai macam ancaman bahaya.

Dimensi Ruhiyah
Dimensi ruhiyah, inilah yang selama ini nyaris terlupakan hampir dalam segala bahasan tentang konsep perubahan era modern. Padahal, secara historis, sangat sulit kita menemukan bukti empiris tentang kemajuan suatu peradaban yang berdiri di atas landasan basyariyah (baca materialisme).

Hal ini tidak lain karena materi itu sendiri sesuatu yang bersifat fana. Untuk itu, agar energi perubahan di masa mendatang ini tidak mengulang kerugian sebagaimana diderita bangsa-bangsa terdahulu, maka tidak ada konsep perubahan yang paling penting dan mendesak untuk diwujudkan saat ini dalam konsep perubahan manusia secara utuh, antara basyariyah dan ruhiyah.

Di dalam Al-Qur’an hal ini tersirat pada firman-Nya pada Surah Shaad, “(Ingatlah) keô€†Ÿka Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kuô€†Ÿupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya” (QS. 38: 71, 72).

Ketika manusia tercipta dari tanah dan belum disempurnakan lalu ditiupkan ruh ke dalam jasadnya, sungguh manusia tidak memiliki arti apa-apa. Tetapi, begitu penyempurnaan penciptaan tuntas, kemudian Allah meniupkan ruh-Nya, seketika malaikat diwajibkan memberi hormat kepada manusia. Ini menunjukkan bahwa nilai keunggulan manusia itu bukan pada bashariyahnya tetapi ruhiyahnya.

Tauladan Kenabian
Sebagai Muslim tidak semestinya kita lupa pada bagaimana konsep, strategi dan metode Nabi dalam menyusun perubahan. Beliau tidak merubah hal-hal yang bersifat bashariyah pada diri beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Tetapi yang beliau tempa untuk diubah pertama kali adalah ruhiyahnya. Dan, tidak tanggung-tanggung, Nabi memerlukan waktu 13 tahun lamanya untuk penempaan ruhiyah tersebut.

Hasilnya pun sangat luar biasa dan mencengankan umat manusia sepanjang zaman. Bagaimana tidak, Nabi mampu melahirkan suatu perubahan bahkan peradaban yang hampir semua individu-individu yang hidup di dalamnya tak satu pun yang tidak memiliki integritas tinggi.

Bahkan, apabila ada seorang manusia yang melakukan tindak kejahatan, maka tanpa harus dituntut pengadilan, yang bersangkutan langsung menyerahkan diri kepada Nabi dan meminta untuk diadili sebagaimana hukum Allah dan Rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa perubahan yang didasarkan pada perubahan ruhiyah akan melahirkan suatu kekuatan besar yang sangat mengagumkan. Hal ini karena antara ilmu, iman dan amal berjalan beriringan seperti tiga jarum pada sebuah jam.

Berbeda dengan kebanyakan saat ini, orang pintar justru yang terdepan dalam praktik kejahatan, entah itu korupsi, pembunuhan atau pun yang lainnya. Tidak ada keserasian antara ilmu, iman dan amal, sehingga konsep perubahan apa pun yang diupayakan, semua tidak benar-benar memberikan hasil yang diharapkan.
Bahkan institusi-institusi resmi pun tak mampu berbuat banyak. Bagaimana perubahan terwujud, jika ruhiyah dari institusi tersebut tidak terlebih dahulu ditempa dengan perubahan. Termasuk negeri ini secara keseluruhan, bagaimana mungkin dapat menjadi lebih baik, lebih maju dan terdepan jika Ruhiyah Nation Character Building-nya tidak benar-benar diwujudkan.

Padahal, jika ruhiyah yang ditempa, maka manusia tidak perlu waktu lama untuk merubah keadaan. Syeikh Ibn Athaillah dalam Kitab Al-Hikamnya menulis, “Kadang umur seseorang panjang masanya tapi sedikit manfaatnya. Dan ada pula umur yang pendek masanya, namun penuh dengan manfaat.” Itulah umur Abu Bakar dan Umar bin Abdul Aziz. Keduanya hanya dua tahun memegang amanah kepemimpinan. Tetapi dalam tempo sangat singkat itu perubahan benar-benar dapat diwujudkan. Rakyat hidup damai sejahtera, cerdas dan mandiri, sehingga peradaban Islam terus melesat jauh meninggalkan peradaban apa pun di bumi ini.*

0 komentar:

Posting Komentar