BMH JAWA TIMUR

LAZNAS - NGO Pengelola Zakat, Infaq, Shodaqoh, Dana Kemanusiaan dan Wakaf

Dai Penakluk Sungai Mahakam

ust endi haryono

Dakwah di Pedalaman Mahakam yang paling sulit adalah medan. Selain jaraknya yang jauh medanya juga menantang. Daerah garapan dakwah yang jauh memakan waktu tidak sedikit. Terkadang satu hingga enam jam. Tidak saja lewat darat. Terkadang harus melewati sungai Mahakam dengan perahu klotok untuk sampai di pedalaman Tenggarong.


Klotok memang jadi alat transportasi andalan warga pesisir Mahakam. Pasalnya, banyak kecamatan yang belum terjangkau lewat jalur darat, terutama di Sungai Hulu Mahakam. Kondisi itu jadi tantangan dakwah Endi Haryono. Debut dakwahnya memang banyak habis di atas kapal klotok itu. Menyisiri sungai dan mendatangi pelosok desa. Keluar masuk kampung menembus gelombang sungai Mahakam hampir
pekerjaannya sehari-hari.

Karena itu, tak heran jika suami dari Rabiatul Adawiyah itu punya pengalaman tak terlupakan di atas perahu klotok. Kenangan itu terjadi tahun 2006. Saat itu, lelaki yang biasa disapa ustadz Endi ini sedang menuju ke tempat binaannya. Dia menggunakan kapal klotok yang membawa empat penumpang. Awal perjalanan cuaca normal. Tiba-tiba di tengah perjalanan cuaca mendadak berubah. Gelombang sungai tiba-tiba naik bergulung-gulung. Angin pun berhembus kencang. Klotok jadi tidak seimbang. Atap klotok yang tipis
dan tidak begitu lebar dihempas angin. Endi dan empat penumpang lainnya gemetaran. Takut jika kapal klotok terbalik dan tenggelam.

Itu pasti amat berbahaya. Mengingat gelombang sungai Mahakam masih bergulung deras. Para penumpang kian panik. Endi diam seraya berdoa pada Allah. Di tengah kepanikan itu, atap klotok tiba-tiba roboh. Klotok dihembas ke kanan dan ke kiri. Hampir saja miring dan terguling. Untung saja sang nahkoda klotok
cukup berpengalaman.

Di saat genting itu, dia berusaha untuk menjaga keseimbangan kapal agar tidak terguling. Alhamdulillah, kapal pun tidak karam dan Endi beserta penumpang lain bisa sampai dengan selamat. “Benar-benar pengalaman tak terlupakan. Itulah dakwah. Banyak terpaan dan gelombang yang menghadang.
Sebagai juru dakwah, kita harus sabar dan kuat. Jika tidak, bisa habis hanyut ditelan ombak,” ujar Endi kepada Mulia. Pria kelahiran Magelang 1974 ini termasuk da’i tangguh. Dia sudah berkalikali
ditugaskan ke beberapa daerah. Seperti Bengkulu dan Palembang, Sumatera Selatan dengan temannya, Asdar.

Mendirikan Sekolah
Manis asam garam dunia dakwah sudah kenyang. Setelah mengabdi di Sanggatta Kutai Timur, pada tahun 1999, Endi ditugaskan ke Tenggarong, Kutai Kartanegara. Di daerah ini medannya lebih sulit. Para siswa di Kecamatan Loa Kulu harus menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk menuju sekolah. Itupun harus
melewati jalan berkelok dan mendaki. Belum belajar, para siswa sudah lelah lebih dulu. Kurang efektif.

Kondisi itu membuat Endi tergerak untuk membuka Sekolah Menengah Pertama agar bisa dijangkau lebih mudah oleh siswa. Bukan hal mudah mendirikan sebuah sekolah. Tapi, bukan berarti mustahil. Banyak rekan Endi yang kala itu pesimis. Tak mungkin mendirikan sekolah mengingat tidak ada dana dan juga siswa. Namun, bukan Endi namanya jika tidak yakin pertolongan Allah. Dia menepis semua pesimisme beberapa rekannya.

Mimpi dan usaha keras Endi mendirikan sekolah berbuah manis. Meski pelan-pelan dan merangkak sekolah yang dicita-citakannya itu berdiri. Dari beberapa lokal kelas dan sejumlah siswa. Kini, sekolah itu telah bertahan hingga sudah meluluskan sembilan alumni. Sejak lima tahun silam, sekolahnya itu telah terakreditasi B. Endi cukup bahagia dengan prestasi itu. Apalagi, ditambah salah satu anak didiknya, Imam Nawawi, kini telah bergelar master pendidikan Islam dan rajin menulis beberapa buku dan kolumnis produktif sebuah koran harian nasional.

Meski sibuk mengurus pendidikan, ustadz yang hobi sepak bola ini tidak berhenti berdakwah. Dakwah di
pedalaman Hulu Mahakam hingga kini masih dijalaninya. Agar kiprah dakwahnya lebih efektif dan masif dirasakan masyarakat, Endi kini sedang menyusun beberapa program strategis. Tidak saja dakwah di pedalaman Mahakam, tapi juga di daerah perkotaan. Menurutnya, dakwah itu harus dilakukan di
setiap lapisan.

Karena itu, jamaah Endi kian luas. Dari Loa Kulu, Kota Bangun, Muara Wis, Muara Kaman, Kembang Janggut, Kenohan, Kahala, Danau Semayang, Sebulu dan daerah lainnya. Daerah-daerah itu tersebar
di Hulu Mahakam, Kutai Kartanegara. Menurutnya, dari jumlah 18 kecamatan hanya satu yang belum tersentuh dakwahnya.

Bukanya Endi tidak mau mendatangi daerah itu. Jaraknya sangat jauh dan susah. Selain itu, dia juga masih fokus berdakwah di daerah yang telah dibinannya. Namun, dia berharap, suatu saat bisa menyebarkan
Islam ke seantero Tenggarong agar Islam bisa dinikmati semua orang harapnya.*/ Syaiful Anshor.

profildai

0 komentar:

Posting Komentar